Bungkam melekat bak perekat Per kata tak lagi mampu terucap Sedu yang kerap bertegur sapa Memprakarsa hingga diam membahana. Bukan dusta bukan arogan Bukan pula mendongak lantas mengabaikan Diri merindu akan perbincangan Namun rasa menolak untuk mengiyakan. Sirna sudah jalinan yang terikat Menyesatkan tanpa kejelasan Membunuh dengan amat menjengkelkan Hingga rangkak ku tak mampu kukayuhkan. Diam; Senyap. Senjata paling mematikan Paling ampuh yang tak terkalahkan Didamba saat gemuruh berdatangan Tapi, maaf Beri aku jalan pulang.
Jika rindu tak tuai akan temu Bolehkan aku mengadu? Mungkin hanya menyiratkan salam dalam pilu Tanpa menanti kabar yang sering kutunggu. Rinduku selalu berakhir dalam sembilu Tiada ruang yang rela untuk menyatu Menghamburkan jutaan kasih tak berdalih Menitikkan sedikit luka tanpa belas kasih. Rinduku yang tak tentu, Rinduku yang salah akan waktu, Dan rindu yang selalu menyiksa kalbu.
Dikisahkan kau dan aku. Bersama. Berirama. Tanpa murka.
Dan dikisahkan pula kau dan bukan aku. Membagi cita. Tanpa reda. Bukan tak sama, melainkan saling menjaga.
Bukannya sekarang zamannya begitu?
Iya, bersama tak selalu merasa. Berirama pun bukan berarti senada. Rasa bisa terjadi kapan saja, dalam bentuk apa saja, dan dalam tempo yang tak bisa diperintah sekenanya. Tiba-tiba kau suka siapa sangka? Tiba-tiba kau mencela apa harus berdusta? Sedang tak sama, siapa sangka bertahan lama? Perasa tak dapat di logika.
Komentar
Posting Komentar